Sabtu, 29 Maret 2014

Punctuation

Your punctuation means many things. Flat? Stay cool? Angry? The choice is yours. :)

Senin, 17 Maret 2014

Again, when I am bored :P





Ga ngerti kenapa warnanya berubah jadi ungu -_-
Ga keren, padahal waktu dibikin warnanya biru tua, n tulisan kecil di bawahnya samar-samar nampaknya. I'll learn it on another occasion :D

Minggu, 16 Maret 2014

Sabtu, 08 Maret 2014

Hitam Sepi

Malam ini, Asha kembali duduk di balkon kamarnya, bagian terpojok dari rumahnya yang memiliki berjuta keheningan. Mata bulatnya berbinar-binar melihat bayangan-bayangan pohon di sekitarnya. Dia menengadahkan kepalanya, menghirup nafas dalam, diresapinya tiap lantunan melodi abstrak para serangga yang bersembunyi di antara kegelapan itu. Dia duduk di pojok balkon, sambil membiarkan sebagian kakinya terjulur hingga malayang di udara.

Matanya menatap Popo sejenak, suatu sosok yang kerap menemaninya ketika dia sendirian di balkon. “Kamu lihat bintang itu?” Asha tersenyum. “Mereka tampak damai di sana, selalu bersama, dan tak pernah kesepian. Meskipun cahayanya kecil dan berkelap-kelip.” Asha terdiam sejenak, memperhatikan lagi apa yang ada di langit biru dongker berbintik putih itu. “Kamu lihat bulan itu? Ya, dia tetap tenang meskipun dia hanya sendirian.” Air mukanya mulai berubah. “Ya, sendirian. Kamu tau? Aku ingin menjadi seperti bulan. Terlihat tenang dan anggun, dengan gagah bisa menyembunyikan berjuta ekspresi. Aku lelah, sangat lelah. Aku masih di sini, tapi aku seolah-olah tak di sini lagi. Anak kecil lucu itu, dia seperti telah menggantikanku. Aku lelah, Po. Aku lelah. Aku bosan melihat alis mataku gugur bagai tak berakar tiap kali aku sakit kepala. Aku takut melihat bulu mataku rontok begitu saja ketika sedang belajar. Aku lelah dengan hidung yang berdarah. Aku udah kelas 3, dan sebentar lagi akan pergi jauh. Tapi tiap detik hidupku, aku hanya makin melemah.” 

Hening tak berujung, hanya ada suara jangkrik yang menghiasi monolog Asha. Dia menggigit bibir mungilnya. “Aku ingin bisa kuat seperti yang lain. Aku ingin bisa bernafas dengan lega. Aku ingin bisa berlari bebas tanpa harus takut berhenti bernafas. Aku ingin memejamkan mataku dengan nyaman, aku ingin tidur nyaman tanpa harus merasa sakit. Aku ingin mengatakan rasa sakitku pada orangtuaku. Aku ingin mereka duduk di sini, bersama kita. Aku ingin memeluk mereka, aku ingin mereka meluangkan waktunya untuk kita. Aku ingin membeli waktu yang mereka punya, tapi sepertinya aku belum punya cukup uang untuk itu. Aku lelah menyayangi orang lain, aku lelah ketika aku harus takut untuk kehilangan mereka. Aku letih ketika perasaanku terus mengkhawatirkannya. Aku bosan ketika aku harus menangis kala aku tau mereka berbohong dan tidak cerita tentang banyak hal padaku. Pada akhirnya, semua rasa itu terlalu bertubi-tubi dan menjadi satu. Sekarang aku tidak ingin orang lain menyayangiku, agar ketika aku pergi nanti, tidak ada dari mereka yang tersakiti. Lagipula, aku tidak punya siapa-siapa kan? Mereka semua punya dunia mereka sendiri, sementara aku di sini hanya termenung menanti.”

 Asha diam. Membeku, matanya berkaca-kaca, lama dipandangnya bintang-bintang itu. Lalu ditatapnya Popo dengan dalam. “Kenapa kamu diam saja? Kenapa kamu tidak menjawab?! Aku sedang berbicara padamu!! Jawaaaaaab!!!!!!!!!” Suara Asha mulai bergetar, linangan air mata mulai deras mengalir menghiasi pipinya. Kedua tangannya reflek menutup mukanya, agar tak satupun dari pohon atau bahkan serangga tahu akan tangisnya.