Pedih rasanya, ketika kita tidak bisa lagi menegur orang yang
dulunya hampir-tiap-hari kita tegur.
Pedih rasanya, ketika tiba-tiba semuanya seolah tidak pernah
terjadi.
Pedih rasanya, ketika kita harus pura-pura lupa, bahwa sempat
– pernah – menghadirkannya dalam hidup.
Pedih rasanya, setiap hari menaruh harapan yang sama pada
Tuhan, berharap semuanya jadi lebih baik. Tanpa kepastian.
Pedih rasanya, mencintai yang tak seharusnya, dan
menyandingkan cinta itu dengan cinta Tuhan.
Aku mengerti darimana pedih ini.
Aku tau, Tuhan cemburu. Ini seolah hukuman dari Tuhan karena
telah membuatnya cemburu.
Memang pantas aku menerimanya. Tiap hari dihantui bayangan
yang sama, yang sulit aku untuk menundukkan hati.
Tiap hari “terlihat” dosa yang sama, yang membuatku
seringkali merasa tak pantas bahkan untuk berdiri di bumi.
Tak jarang, aku merindukan dosa itu. Terlebih ketika dia
masuk menyelinap dalam mimpi. Seolah Tuhan meminta komitmenku untuk berhenti,
dan mengujiku melalui mimpi itu. Hingga menyisakan jejak rindu yang sangat
membekas. Meskipun hanya menghadirkanmu lewat mimpi.
Tapi sebagian hatiku yang lain memintaku untuk menghindar...
“Perang besar yang tak pernah usai, untuk saat ini.”
Untuk yang telah menorehkan kisah ini, terima kasih.
Berkatmu, aku sempat merasa “hidup”.
Bahwa hidup memanglah hidup. Inilah kehidupan yang – ternyata
– tak sepolos yang kubayangkan.
Yang ternyata tak sesederhana yang kukira.
Yang – ternyata – cerita di novel-novel itu bisa nyata. Yang
penuh warna. Yang segalanya.
Tanganku tak mampu menjangkau segalanya. Yang dekatpun tak
seluruhnya terangkul, apalagi yang jauh?
Untukmu yang membuatku hidup. Untukmu yang selalu
menghadirkan tanya di di hidupku, sejak 5 tahun yang lalu.
Apa kabar?
Semoga Tuhanmu dan Tuhanku – Allah – senantiasa menjaga dan
menyayangimu disana :)
Biarlah kuserahkan semua pada Allah. Karena aku sadar, aku
hanyalah manusia biasa.
Kalau esok aku harus pergi menemui-Nya, aku ingin,
orang-orang di luar sana mengetahi cerita kita. Hanya cerita kita – bukan kita.
Karena ternyata, di luar sana banyak yang membutuhkan
pengalaman kita.
Karena di luar sana, banyak yang membutuhkan kejelasan bahwa
ini salah.
Karena di luar sana, banyak yang sedang berdarah – berusaha keluar
dari jalan berduri INI menuju ke taman indah itu.
Karena di luar sana, banyak yang merasa sendiri.
Karena di luar sana, banyak yang tak henti-hentinya mencari
pembenaran atas kesalahan yang dilakukannya.
Untukmu, terima kasih sudah membuka mata hatiku. Sungguh :”)
Aku harap, dosa kita tak sekedar sebuah kesalahan, tapi juga
mampu tuk memutus mata rantai dosa orang lain. :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar